Sharing saya kali ini saya khususkan untuk anda yang percaya saja. Yang tidak percaya boleh skip. Ini soal pemilihan hari. Khususnya hari baik untuk menikah. Pernikahan adalah salah satu hajat penting dari dinamika kehidupan manusia. Hajat lainnya masih banyak. Misalnya, mengkhitankan anak. Melamar kerja. Melamar pujaan hati. Tunangan. Atau membuka usaha. Termasuk menggarap lahan atau kebun. Dan lain-lain.
Pengetahuan atas memilih hari baik sejatinya berasal dari tradisi. Bukan keyakinan agama tertentu. Tradisi itu, kata orang Jawa, dikenal dengan istilah ilmu titen. Titen atau niteni, bermakna tanda atau menandai. Ilmu titen itu dari leluhur nenek moyang.
Kakek nenek atau buyut anda pasti mengetahuinya. Walau belum tentu menguasai pengetahuan mencari hari baik, tapi setidaknya pernah mendengarnya.
Jadi, soal mencari hari baik ini, tidak dikenal di kehidupan barat. Tidak ada orang Amerika atau Inggris misalnya, menghitung atau mencari hari baik. Karena memang mereka tidak punya dasar pengetahuannya. Kecuali, warga imigran semisal dari Tiongkok atau Asia lainnya. Sebab, sebagian warga di negara-negara Asia, masih ada yang menjalankan tradisi pencarian hari itu. Di Amerika pun, hanya kalangan tertentu seperti penduduk asli, misalnya Suku Indian, yang masih memegang tradisi pencarian hari.
Singkatnya, kehidupan barat yang sekuler tidak mengenal ilmu pencarian hari, tapi kehidupan timur yang diwakili negara-negara Asia yang sarat akan budaya dan tradisi-lah yang masih menggunakan perhitungan hari.

Melibatkan Ilmu Astrologi
Selain ilmu titen tadi, dasar pengetahuan pencarian hari juga bisa berasal dari ilmu astrologi. Dan sekali lagi, ini hanya khusus bagi yang percaya saja. Tidak ada kewajiban anda agar mencari hari baik untuk menikah misalnya.
Mayoritas ajaran agama mengajarkan bahwa semua hari itu baik. Dan sebagai umat yang punya iman teguh wajar saja jika anda mengikuti keyakinan tersebut. Sehingga soal percaya atau tidaknya dengan ilmu pencarian hari baik dikembalikan ke masing-masing orang.
Itulah sebabnya, suatu ketika saya berdiskusi dengan klien. Dia menyoal perhitungan hari baik untuk menikah itu. Katanya kurang lebih begini: kalau memang cara seperti itu benar (menghitung hari, mencari hari untuk perkawinan), lantas kenapa masih banyak orang yang cerai?
Sama saja dengan ini: kalau seseorang masih mencari hari baik untuk buka usaha, lalu kenapa usahanya bisa bangkrut juga?
Sebuah diskusi yang menarik.
Saya sendiri punya alasan.
Pengetahuan soal mencari hari baik sebenarnya bukan untuk menghindari takdir. Tapi hanya sebatas ikhtiar manusia untuk meminimalisir peristiwa atau dampak kejadian yang tak diinginkan.
Bukankah manusia diwajibkan dengan akal pikirannya untuk berusaha atau berikhtiar setelah doa?
(Baca Juga: Lebih Baik Cerai atau Bertahan?)
(Baca Juga: Tanda Anda Tidak Berjodoh)
Mencari Hari Baik Termasuk Dalam Usaha yang Perlu Dilakukan
Ikhtiar itu bisa berhasil, bisa juga tidak. Lalu peristiwa yang tak diinginkan yang tetap terjadi, mungkin tak bisa dihindari, tapi effect-nya bisa diminimalkan. Ini sama dengan logika sederhana. Anda naik motor wajib pakai helm. Lalu misalnya terjadi kecelakaan. Tapi karena kepala terlindungi helm tadi, anda tidak mengalami cedera di kepala. Mungkin lecet dan luka di bagian tubuh lainnya. Jadi, kecelakaan dalam contoh itu adalah peristiwa yang tak bisa dihindari. Tapi, luka parah di kepala bisa dihindari karena pakai helm.
Soal banyaknya pasangan cerai di pengadilan, meskipun sebelumnya sudah mencari hari baik untuk menikah, adalah takdir yang mungkin tak bisa dihindari. Penyebab perceraian itu sangat kompleks. Kadangkala rumit seperti benang kusut. Hari baik saat akad nikah atau pemberkatan nikah hanyalah salah satu variabel dari sekian banyak faktor yang menentukan keberhasilan atau kegagalan dalam rumah tangga.
Secara sederhana, pencarian hari baik untuk hajat apapun itu walaupun punya andil dalam tercapainya hajat tapi bukan penentu segalanya.
Proses mencari hari baik biasanya dipandu oleh guru spiritual atau tokoh adat. Ini juga tergantung asal usul keturunan anda. Penentuan hari baik tidak hanya didominasi orang Jawa saja. Tapi saudara kita dari wilayah lain juga punya sistem perhitungan sendiri. Misalnya dari Bali. Atau Kalimantan. Begitu juga dari warga Tionghoa. Dan masih banyak lagi masyarakat lainnya yang menganut ilmu pencarian hari.
Itu berhubungan dengan sistem kalender yang berbeda.
Jadi, biasanya para tokoh tersebut akan bertanya tentang hajat keperluan anda.
Lalu akan meminta tanggal lahir. Kalau urusannya untuk perkawinan, tanggal lahir pasangan juga akan diminta.
Sebagian lagi akan menanyakan kedua orang tua anda. Apakah masih hidup atau meninggal dunia.
Bila orang tua sudah wafat, maka tanggal wafatnya biasanya akan diperlukan untuk melengkapi perhitungan hari.
Dan mulailah mereka menghitung. Dengan cara masing-masing sesuai tradisi dan adat, yang didasarkan pada sistem kalender yang dianut.
Kalau tanggal sudah ditemukan, maka kini terserah anda. Anda boleh mengikuti atau tidak mengikuti. Semua terserah yang punya hajat.
Di layanan konsultasi spiritual ini, saya menyesuaikan dengan kehendak dan keyakinan klien. Jika memang klien lebih suka tidak melibatkan ilmu pencarian hari, maka saya tidak akan memberikan saran terkait perhitungan hari. Meski demikian ada kalanya saya tetap menyertakan beberapa upaya spiritual yang memasukkan unsur hari baik. Demi kelancaran hajat klien itu sendiri.(*)