Banyak orang bertanya tentang beragam masalah dalam rumah tangga dan cara mengatasinya kepada saya. Rata-rata, mereka ingin mendapat penjelasan, tentang apa sebenarnya yang terjadi pada pasangan. Mengapa berubah sikap. Kenapa menjadi egois. Mengapa berselingkuh. Dan masih banyak lagi.
Termasuk, pasangan yang berubah jadi cuek.
Tidak peduli. Dengan apapun.
Malas berbicara satu sama lain.
Saya ingin memberitahu dua hal.
Pertama, kabar baik.
Kedua, kabar buruk.
Saya mulai dari mana ?
Baiklah.
Saya mulai dari kabar baik saja. Bukankah kita harus berusaha positif di setiap hal.
Kabar baik dari problem rumah tangga adalah: tidak semua perkawinan yang bermasalah itu harus berakhir di pengadilan.
(Baca Juga: Pengadilan Sulit Rujukkan Pemohon Cerai)
Ada Kalanya Butuh Support Spiritual
Beberapa klien yang datang ke saya pada akhirnya bisa mempertahankan pernikahan mereka. Memang, saya memberi bekal piranti spiritual. Tetapi, yang menyelesaikan persoalan bukan piranti tersebut.
Pasangan itu sendirilah yang bisa memecahkan kebuntuan di antara mereka. Peran piranti hanyalah “pelunak” agar dua manusia yang bertikai itu bisa lebih lembut satu sama lain.
Mau mendengar.
Mau berusaha memahami.
Sulitkah memahami satu sama lain ? Jika salah satu atau kedua pihak sudah dikuasai ego masing-masing, maka kata-kata “memahami” akan menjadi hal yang paling sulit. Bahkan, lebih sulit dari hitungan matematika yang paling njlimet sekalipun.
Sekarang: kabar buruk yang saya sampaikan.
Tiap orang mempunyai time line masing-masing. Dan, kita tidak pernah tahu secara pasti, time line seperti apa yang akan dijalani. Bersama siapa, dengan siapa, di suatu masa, anda tidak akan pernah tahu. Nah, time line itu ada dua jenis: ada yang bisa diubah. Ada yang tidak bisa diubah.
Time line yang tak bisa diubah itulah kabar buruknya.
Pasangan yang saling mencintai, lalu mengikat janji perkawinan, dan kemudian hidup bersama. Sepertinya, kehidupan akan baik-baik saja.
Ditambah lagi, kehadiran buah hati yang lucu-lucu.
Menambah kegembiraan.
Tetapi, masalah akhirnya datang.
Entah darimana mulanya.
Pasangan anda — isteri, jika anda adalah suami , atau suami, jika anda adalah isteri – tiba tiba, berubah menjadi sosok yang tidak bisa memahami anda lagi.
Perubahan sikapnya mungkin tidak secara drastis. Namun, bertahap. Anda mulai merasakan bahwa pasangan anda sulit untuk diajak kerjasama membangun rumah tangga. Ada saja problem yang memicu konflik.
Anda lalu mencoba-coba belajar jadi detektif.
Menyelidiki: apakah pasangan mulai selingkuh.
Ternyata, tidak ditemukan indikasi ke arah sana.
Penyebab Pasangan Berubah
Seorang manusia itu hanya bisa berubah melalui dua hal: yakni apa yang dia lihat. Atau, apa yang dia dengar.
Tidak jarang perkawinan mulai rusak karena ini: campur tangan pihak ketiga yakni dalam hal ini adalah keluarga pasangan.
Terutama, keluarga yang membawa pengaruh buruk pada pasangan anda.
Bisa orang tua. Bisa saudara.
Waspadai jika influence itu berasal dari kerabat atau keluarga pasangan.
Saya tidak menyarankan anda untuk memutus silaturahmi.
Tetapi, anda harus jeli. Memang ada beberapa karakter dalam internal keluarga yang membawa pengaruh jelek.
Misalnya: seorang istri tinggal bersama suami di kediaman orang tua suami, yang karena satu lain hal, mereka belum bisa tinggal sendiri.
Lalu, si suami mendapat tugas pekerjaan harus berdinas keluar kota dalam waktu cukup lama.
Entah bagaimana, ada kerabat isteri, membisikkan sesuatu ke isteri anda.
Untuk apa tinggal disana (di rumah mertua) ?
Lebih baik pulang ke rumah sendiri.
Sudah, lebih baik pulang saja. Nanti balik (ke rumah mertua) setelah suamimu pulang.
Lalu, isteri anda, yang seharusnya tinggal di rumah menunggu anda pulang, meninggalkan rumah tersebut dan kembali ke rumah asalnya, tanpa persetujuan dari anda.
Jika ada di antara anda, yang membaca tulisan ini, dan merasa memang benar ada keluarga pasangan yang berpotensi membawa pengaruh buruk, sebaiknya anda mulai hati-hati.
Itu adalah potensi masalah.
Bisa menjadi lebih buruk di masa mendatang.
Kesimpulannya:
masalah dalam rumah tangga dan cara mengatasinya tergantung dari asal muasal penyebab konflik. Identifikasi masalah, berbagi cerita dengan orang yang tepat, kemungkinan bisa membantu anda menemukan solusi paling baik.
Walaupun, solusi yang baik itu belum tentu enak.
Kadang, jalan keluar yang ada rasanya seperti pil antibiotik.
Yang pahitnya tidak kunjung hilang di lidah.(*)