Negatif Covid 19

Pembukaan Tahun 2021 ini spesial buat saya. Karena di awal Januari saya resmi dinyatakan positif Covid 19. Itulah kenapa selama sebulan penuh saya tidak men-share apapun di website ini. Saya me-reschedule semua jadwal konsultasi VIP. Sesi konseling yang mengharuskan saya tatap muka dengan klien. Sampai akhirnya, saya dinyatakan negatif Covid 19 seminggu lalu.

 

Alhamdulilah.

 

Sebenarnya saya ingin men-share pengalaman hari tiap hari ketika kena covid. Tapi saya khawatir akan menjadi informasi yang kurang baik bagi sesama penderita covid. Terutama dalam hal gejala yang dirasakan. Saya tidak ingin membuat pikiran negatif untuk mereka. Sebab kerentanan psikis kita tidak sama. Ada yang gampang stres. Atau mudah sedih. Bahkan ketakutan.

 

Jadi saya putuskan saja : nanti kalau sudah negatif Covid 19 barulah saya ceritakan. Termasuk cara sembuh dari Covid-19, yang tentu menurut versi pengalaman saya.

 

Asal muasal virus corona yang berhasil menembus tubuh saya tidak perlu dipersoalkan lagi. Karena saya bertemu dengan banyak orang. Baik untuk urusan bisnis, pekerjaan, maupun konsultasi.

 

Tahap Pertama Self Healing

Fokus saya ketika pertama kali merasakan gejala-gejala covid adalah memperbaiki pikiran. Inilah fase terpenting dari semua proses penyembuhan penyakit.

 

Ya. Kalau seseorang selalu didominasi pikiran jelek atau negatif selama dia sakit, maka hampir bisa dipastikan dia akan sulit sembuh. Atau proses penyembuhannya lambat.

 

Pikiran negatif yang menjadi penghalang sembuh itu misalnya : sedih berlebihan, kecewa, sakit hati, mudah tersulut marah, dan sebagainya.

 

Sedangkan pikiran positif yang bisa menunjang penyembuhan penyakit, tidak terbatas pada covid saja, adalah : ketenangan, kegembiraan, bersyukur, sabar, santai, rileks, tak banyak mikir dan tak banyak mumet.

 

untuk menuju ke negatif covid 19, ada beberapa cara yang bisa dilakukan selain mengikuti anjuran medis. misalnya dengan meditasi.

 

Nah. Selama sebulan penuh saya fokus ke pikiran positif. Saya bahkan tidak menerima konseling online untuk sementara waktu. Sebab, permasalahan klien itu bermacam-macam.

 

Saya bersyukur gejala yang saya rasakan hanyalah demam dengan suhu badan paling tinggi adalah 37,4 derajat celcius. Kemudian batuk. Sakit tenggorokan. Tanpa pilek. Dan, sekujur tubuh rasanya ngilu semua. Tulang rasanya mau mrotoli.

 

Ketika menyadari bahwa virus Covid 19 mulai menyerang, saya menerapkan sistem penyembuhan meditasi untuk pasien HIV. Karena itulah penyakit yang paling mematikan jauh sebelum Covid 19. Metode meditasi yang saya terapkan dapat menetralisir virus HIV. Oleh karenanya, dengan cara yang sama, saya bertekad dapat mengatasi virus Covid 19.

 

Di hari pertama, saya menyiapkan green tea 2 dus. Saya minum teh hijau seduh dengan air panas sebanyak 3 kali sehari. Tanpa gula. Tanpa madu.

 

Setelah menghabiskan segelas teh hijau, saya meditasi diam selama 30 menit. Dengan pola nafas yang teratur, halus, dan diiringi zikir dalam hati dalam tiap tarikan dan hembusan nafas.

 

Green tea saya minum selalu sesudah makan.

 

Setelah meditasi diam selesai, saya rilekskan badan dan pikiran. Dengan cara nonton youtube. Saya cari video lucu. Apapun itu. Bisa animasi lucu, tiktok lucu, atau apa saja.

 

Saya menghindari berita.

 

Saya juga langganan aplikasi nonton film berbayar. Sebagai pengganti nonton bioskop, yang di kota saya ini, entah kapan bangkit lagi cinema-nya.

 

Kegiatan sore hari, saya isi dengan meditasi gerak. Yakni semacam olah pernafasan dengan gerakan tertentu yang fungsinya menghimpun energi semesta alam dan mengubahnya menjadi energi healing untuk memperkuat sistem imun.

 

Memperkuat Imun adalah Fokus

 

Ya. Benar. Fokus saya adalah ke sistem imun yang diperkuat terus menerus. Karena yang kita hadapi adalah virus. Dan virus hanya bisa dikalahkan oleh imunitas kita sendiri. Dan vaksin. Sementara vaksin belum tersentuh oleh rakyat biasa.

 

Sepintas saya mulus-mulus saja selama treatment itu.

 

Padahal tidak juga.

 

Saya paling tidak tahan demam. Meskipun tidak mencapai 37,5 suhu badan, tapi tetap membuat saya tidak bisa mandi air dingin. Demam itulah yang harus dikontrol dengan obat. Kerabat saya yang dokter spesialis jantung meminta agar suhu badan tidak boleh tinggi lagi.

 

Untuk itu, obat yang saya minum simple tapi manjur : paracetamol 650 mg.

 

Sahabat dan kerabat keluarga memberikan support penuh. Ada yang mengirimkan madu propolis dan madu randu. Ada yang mengirimkan propolis 1 kg. Ada juga yang memberi Lian Hua dan oximeter.

 

Selain itu semua, saya juga menambah konsumsi obat batuk herbal dan vitamin C 500 mg.

 

Satu lagi yang tak kalah penting : makan enak.

 

Di hari-ke 5, 6, dan 7, saya kehilangan indera perasa. Sedangkan penciuman tidak. Saya tetap bisa mencium aroma gule yang khas. Atau nasi rawon. Itulah semua kuliner khas Jawa Timur.

 

Tapi semuanya hambar di lidah.

 

Beruntung kehambaran itu tidak harus lama.

 

Saya buat mood segembira mungkin.

 

Agar masakan apapun bisa ditelan dengan happy.

 

Kadangkala, rasa down muncul. Seperti merasa kalau diri ini sudah berada di antara persimpangan hidup dan mati. Ini serius. Pintu akhirat sudah di depan mata. Saya sampai menghubungi beberapa sahabat. Untuk titip-titip pesan.

 

Sekitar hari ke 15 atau 16, rasa down mulai meningkat. Ini tidak bagus.

 

Lawan Corona, Jangan Menyerah

Saya melangkahkan kaki untuk segera meditasi gerak dengan olah pernafasan. Tapi cuaca sore itu sangat gelap. Awan hitam sudah menggelayut. Dan hujan sangat deras pun tumpah dari langit.

 

Saya tidak peduli.

 

Di bawah hujan deras dengan suhu badan yang masih demam, dengan menyebut nama Allah swt, saya nekat menggerakkan tubuh dengan olah nafas dan meditasi gerak.

 

2 jam saya melakukan meditasi gerak di bawah hujan yang sama sekali tidak berkurang curahnya.

 

Lalu, selesai meditasi, saya mandi air hangat.

 

Makan.

 

Minum obat. Madu. Dan propolis.

 

Malamnya saya tidur pulas.

 

Esok paginya saya bangun seperti biasa. Tidak demam.

 

Kadar saturasi oksigen 98.

 

Masih batuk kecil.

 

Rutinitas minum teh hijau tetap dilanjutkan.

 

(Baca juga: Tempat Pengobatan Penyakit Non Medis)

 

Saya merasakan, titik balik kesembuhan dari Covid 19 adalah setelah meditasi di bawah hujan deras itu.

 

Pelan-pelan indera perasa saya kembali. Bisa ngerasa mana makanan asin, manis, atau pedas.

 

Itu penting. Karena antusias nafsu makan muncul dari rasa. Selain penciuman juga.

 

Akhirnya Negatif Juga

 

22 Januari saya rapid antigen. Hasilnya masih positif.

 

Tidak masalah. Saya tidak demam lagi.

 

Tetap saja makan enak dan hati harus happy.

 

01 Februari saya rapid antigen lagi. Hasilnya non reaktif.

 

Dan 10 Februari saya putuskan swab PCR. Hasilnya : negatif.

 

Alhamdulillah. Matur nuwun Gusti.

 

Saya berhasil membuktikan bahwa meditasi bisa menjadi salah satu metode untuk mewujudkan negatif Covid 19.

 

Tentu saja, support lainnya harus ada. Logistik, makan enak, madu, multivitamin, dan obat yang diperlukan sesuai gejala. Tak lupa memperbaiki hubungan dengan Yang Maha Pemberi Hidup.

 

Dan sekali lagi yang paling utama : pikiran yang harus bagus. Positif.

 

Skip semua hal di sekitar anda yang hanya akan membuat pikiran menjadi negatif.

 

Semoga dengan masih ditambahnya umur ini, saya masih bisa memberi manfaat kepada orang lain. Terutama penderita Covid 19. Misalnya, lewat donor plasma konvalesen. (*)

setelah negatif covid 19 saya kembali membuka layanan konsultasi