Inilah contoh nyata dari sebuah hubungan yang rumit. Lebih konkretnya lagi, hubungan perkawinan yang buruk. Toxic Relationship. Contoh nyata yang terlihat adalah peristiwa di Ponorogo, Jatim. Seorang suami yang melebur ratakan rumahnya akibat sakit hati kecewa karena cinta.
Isterinya (atau mungkin sekarang sudah menjadi mantan) diinformasikan berselingkuh.
Sang suami yang kerja keras susah payah menjadi TKI di Korea Selatan selama 5 tahun itu pun murka.
Rumah itu dibangun di atas tanah milik orang tua si isteri.
Lantaran tidak ditemukan titik temu, rumah itu di-buldozer sampai rata.
Saya yakin, sakit hati kecewa karena cinta yang dirasakan sang suami itu lebih besar daripada nilai bangunan rumah yang dirobohkan.
Dia berusaha mewujudkan kebahagian untuk isteri dan anaknya.
Tetapi, yang didapat, adalah sebaliknya.
Kita tidak tahu detail kehidupan pribadi mereka.
Kecewa Akibat Cinta Juga Dialami Orang Lain
Tetapi, peristiwa yang serupa, hampir mirip, pasti pernah atau sedang terjadi di tempat lain.
Tidak pria, tidak wanita.
Tidak suami, tidak isteri.
Semua punya kans yang sama untuk menerima sakit hati.
Memang, selama ini yang lebih terekspos adalah wanita yang tersakiti.
Tetapi bukan berarti pria tidak bisa sakit hati kecewa karena cinta.
Konon, pria apabila sakit hati lebih memilih untuk melampiaskan ke hal lain. Entah itu lebih temperamental. Atau, menghabiskan waktu berjam-jam di bar atau klub malam. Lalu, pulang dalam kondisi mabuk berat.
Atau, menghabiskan rokok berbungkus-bungkus.
Dan, segala macam bentuk pelampiasan yang lain. Pria jarang menangis. Tetapi, hatinya pasti berdarah-darah.
Salah satu bentuk pelampiasan sakit hati pria ya menghancurkan apapun yang sudah dia peroleh.
Seperti kejadian penghancuran rumah itu.
Saya punya beberapa saran untuk anda yang punya hubungan complicated.
Pertama, berpisah adalah jalan buruk yang terbaik untuk memutuskan rantai timeline pasangan yang bermasalah berat.
Pernah saya share di artikel sebelumnya. Kalau masing-masing pria dan wanita itu punya timeline berbeda, yang kemudian akan menjadi satu dalam sebuah perkawinan.
Jika timeline salah satu pihak buruk, maka bisa menyeret timeline pihak lain yang sebenarnya masih baik.
Kedua, lewati masa recovery timeline dengan sabar dan jangan melakukan perbuatan yang sembrono.
Perpisahan adalah titik paling bawah dalam garis hidup seseorang.
Rata-rata, pemulihan timeline itu butuh waktu 4 sampai 8 tahun. Tergantung bagaimana anda mau melewati masa sulit. Semakin dekatkah dengan yang Maha Kuasa, atau semakin jauh dan membenamkan diri dalam kejatuhan atau putus asa.
Satu lagi.
Ada atau tidaknya faktor support keluarga besar juga berpengaruh pada panjang atau pendeknya waktu recovery timeline.
Namun, tidak perlu sedih kalau keluarga besar tidak bisa diharapkan support-nya.
Yang penting adalah: kemauan atau tekad dari diri sendiri. Mau bangkit.
Atau pasrah menerima nasib dan hanya menanti uluran tangan.(*)